Banner Image

Top Anime

RegLoserVices.com

Top Anime: Mononoke The Movie: The Phantom in the Rain adalah Ode untuk Masa Remaja

REGLOSERVICES.COM – Menonton film seperti *Mononoke The Movie: The Phantom in the Rain* membuat kita langsung terpesona oleh keindahan setiap bingkai yang ditampilkan. Film garapan Kenji Nakamura ini memang mengagumkan, dengan gaya visual yang membuat setiap gambar asemua layak dijadikan potret atau wallpaper. Namun, keunggulan terbesar *Mononoke* terletak pada kemampuannya untuk tidak terjebak dalam estetika semata; meski memukau secara visual, film animasi ini juga menawarkan alur cerita yang sangat menarik.

Film ini merupakan adaptasi dari serial televisi yang lahir dari *Ayakashi: Samurai Horror Tales*. *Mononoke The Movie: The Phantom in the Rain* memadukan grafis komputer dengan tekstur kertas Jepang, menciptakan penampilan yang unik. Gaya tampilan ini telah diperkenalkan dalam serial sebelumnya, namun di sini ditampilkan dengan lebih optimal.

Apa Itu ‘Mononoke The Movie: The Phantom in the Rain’?

Film ini mengikuti kisah penjual obat yang diperankan oleh Hiroshi Kamiya, seorang prajurit yang berkelana melalui Jepang pada periode Edo dan Meiji. Tugasnya adalah mengidentifikasi dan melawan roh yang dikenal sebagai mononoke—makhluk gaib yang muncul sebagai akibat dari emosi negatif manusia, baik yang melekat pada individu maupun lokasi tertentu. Dalam perjalannya, karakter tanpa nama ini mengunjungi Ōoku, sebuah tempat berkumpulnya wanita-wanita cantik dan berbakat dari seluruh penjuru negeri yang dipilih untuk melahirkan pewaris Yang Mulia. Di tempat ini, ia bertemu dengan Asa (diperankan oleh Tomoyo Kurosawa) dan Kame (Aoi Yuki), dua gadis yang baru tiba di Ōoku.

Namun, *Mononoke* lebih dari sekadar menghadirkan karya seni yang luar biasa di setiap bingkai. Film ini juga menantang penontonnya untuk memperhatikan dengan seksama. Kamiya dengan cerdik menyadari bahwa tidak semua hal dapat dipahami dalam satu kali tonton dan dengan sengaja meninggalkan penonton dalam kebingungan. Pesan yang ingin disampaikannya jelas: ia mengajak Anda untuk menontonnya lagi. Dan Anda akan sangat ingin melakukannya, bukan hanya karena ada begitu banyak hal menarik untuk ditelusuri, tetapi juga karena *Mononoke* tidak pernah memberikan semua jawaban tentang dunianya. Sebaliknya, film ini mengundang Anda untuk menemukan jawaban itu sendiri.

Tentunya, tantangan ini tidaklah mudah. Kadang-kadang, dengan sengaja, penonton mungkin sulit membedakan lantai dari langit-langit di Ōoku, hal ini membantu Anda untuk lebih memahami Asa dan Kame, yang juga sedang beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Dengan pengeditan yang cepat dan gerakan kamera yang dinamis, *Mononoke* berhasil membawa Anda terperangkap dalam dunianya, dan Anda akan dengan senang hati menerima kenyataan bahwa Anda terlibat dalam perjalanan ini.

Setiap Frame di ‘Mononoke’ Begitu Menakjubkan

Elemen lain yang mengesankan dari *Mononoke* adalah perhatian Kamiya terhadap detail. Setiap adegan dipenuhi dengan begitu banyak rincian yang harus diserap. Komitmen film ini untuk membuat penonton terhubung dengan dunianya menjadikan setiap transisi, meskipun terikat pada waktu yang terpisah, terasa alami dalam konteks cerita. Ya, elemen seperti pintu geser yang muncul diambil dari serial anime, tetapi penggunaannya tetap sangat efektif.
Semua elemen tersebut menjadikan Mononoke sebuah tontonan yang wajib disaksikan. Film ini dengan elegan melompat melintasi berbagai genre. Cerita dimulai dari kehidupan sehari-hari yang menawan di Ōoku, menyerupai nuansa Spirited Away. Tak lama kemudian, alur cerita berpindah menjadi thriller investigasi ala Paprika, di mana penonton diajak mencari petunjuk di setiap bingkai untuk mengungkap siapa atau di mana Mononoke.

Seiring perkembangan cerita, Mononoke berubah menjadi anime aksi shonen penuh, menyuguhkan pertarungan yang melampaui ekspektasi kita terhadap adegan aksi yang ada. Semua ini mengarah pada tema utama Mononoke yang lebih dalam: cerita tentang dendam dan dampaknya terhadap individu serta orang-orang di sekitarnya. Tema ini selaras dengan tradisi seni Jepang, namun film ini juga secara cermat menggambarkan rutinitas di Ōoku dan persaingan yang ada di sana. Meskipun tidak menyelam terlalu dalam, Mononoke memperlihatkan bagaimana wanita bisa kehilangan identitas mereka dan menjadi semacam media untuk melayani sosok pria, yang mencerminkan budaya Jepang dan dunia umumnya.

Mononoke: Sebuah Pertunjukan yang Memukau

Terakhir, yang tidak kalah penting, Mononoke adalah sebuah tontonan visual yang menakjubkan. Anda akan terpesona hanya dengan melihat elemen-elemen tertentu, seperti hujan, dan gaya penceritaannya yang dinamis tidak terasa berlebihan. Cara film ini menggambarkan aroma, misalnya, menjadi metode yang efektif untuk menyampaikan momen-momen penting dalam cerita, terutama ketika bahaya mulai mengintai.

Mononoke The Movie: The Phantom in the Rain adalah contoh nyata bahwa animasi Jepang memiliki lebih banyak tawaran daripada sekadar yang disajikan oleh Studio Ghibli. Tentu, tidak ada yang salah dengan karya-karya Hayao Miyazaki, namun seringkali pembuat film dan kreator anime lainnya berusaha mendobrak batasan animasi di berbagai aspek yang mampu terlewatkan. Beruntung bagi kita, Mononoke bukan hanya berhasil muncul di layar kita, tetapi juga ada dua film lainnya yang akan segera hadir.

Mononoke The Movie: The Phantom in the Rain akan tayang perdana di Netflix pada tanggal 28 November.

Baca Juga : Top Anime: Sinopsis *Heaven Official’s Blessing* Kisah Putra Mahkota Yang di Usir Ke Dunia Fana

Share: Facebook Twitter Linkedin
Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *